Setelah berakhirnya masa pemerintahan Joko Widodo, Indonesia masih menghadapi sejumlah masalah terkait hak asasi manusia (HAM). Salah satu yang paling mendesak adalah perlakuan terhadap Masyarakat Adat dan komunitas lokal yang terus mengalami represi.
Selama pemerintahan Jokowi, pembangunan yang dijanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan sering kali mengabaikan hak-hak Masyarakat Adat. Banyak dari mereka yang tidak hanya kehilangan tanah, tetapi juga penghidupan yang telah mereka jalani selama berabad-abad. Proyek Strategis Nasional (PSN) yang diluncurkan pemerintah sering kali menjadi ancaman bagi keberadaan mereka.
Contohnya, di berbagai daerah mulai dari Papua hingga Jawa Tengah, Masyarakat Adat menolak PSN yang tidak mendengarkan aspirasi dan suara mereka. Sayangnya, penolakan tersebut sering kali dihadapi dengan tindakan represif dari aparat keamanan. Hal ini menunjukkan bahwa hak untuk bebas berpendapat, yang seharusnya dilindungi oleh negara, sering kali diabaikan.
"Kebebasan berpendapat adalah hak setiap orang, termasuk Masyarakat Adat. Negara harus menghormati dan melindungi hak-hak ini, terutama dalam segala proyek pembangunan yang dilakukan," ujar seorang aktivis HAM.
Penting untuk dicatat bahwa dalam setiap proyek pembangunan, hak Masyarakat Adat dan komunitas lokal harus dihormati dan dilindungi secara efektif. Tidak hanya sekadar memenuhi formalitas, tetapi juga memberikan kompensasi yang adil dan konsultasi yang bermakna.
Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun rezim Jokowi telah berakhir, tantangan dalam menghormati hak asasi manusia di Indonesia masih jauh dari selesai. Masyarakat Adat dan komunitas lokal masih harus berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan perlindungan hak mereka.
Kita berharap pemerintah baru tidak hanya melanjutkan kebijakan yang ada, tetapi juga berkomitmen untuk memperbaiki situasi HAM di Indonesia. Dengan demikian, Masyarakat Adat dan komunitas lokal dapat hidup dengan damai dan sejahtera di tanah mereka sendiri.
Jokowi pelanggaran HAM Masyarakat Adat lingkungan pembangunan