Pada malam Sabtu, 22 Juni 2025, Amerika Serikat melakukan serangan udara terhadap tiga situs nuklir di Iran. Lokasi yang diserang adalah Fordow, Natanz, dan Esfahan. Serangan ini mengakhiri spekulasi selama beberapa minggu mengenai apakah militer AS akan terlibat dalam perang dengan Iran yang dipimpin oleh Israel.
Joshua Keating, seorang pengamat politik, mencatat bahwa "beberapa hari terakhir di Washington terasa seperti pertempuran tentang intelijen menjelang perang di Irak, tetapi berlangsung sangat cepat." Keating berpendapat bahwa Presiden Donald Trump mengabaikan lembaga intelijen, menolak pendapat para ahli, dan mengabaikan Kongres serta PBB. Trump mendukung penilaian Israel yang menyatakan bahwa perang diperlukan karena informasi baru menunjukkan bahwa Iran "sangat dekat untuk memiliki senjata nuklir." Namun, pernyataan ini bertentangan dengan pernyataan terbaru dari lembaga intelijen dan direktur intelijen nasionalnya sendiri.
Perubahan kebijakan pemerintah Trump sangat cepat. Hanya sebulan yang lalu, Trump tampak menjauh dari pemerintah Netanyahu di Israel. Dia berusaha melakukan diplomasi langsung dengan musuh-musuh utama Israel, termasuk Iran, dan menjalin hubungan baik dengan negara-negara Teluk yang jelas-jelas tidak menginginkan perang baru.
Kini, Trump tidak hanya mendukung perang yang dipimpin Netanyahu; dia juga ikut terlibat di dalamnya. Meskipun masih banyak yang belum diketahui, saat ini dapat dikatakan bahwa ini adalah perang yang dipilih oleh Trump. Situasi ini menunjukkan betapa cepatnya dinamika politik internasional dapat berubah dan bagaimana keputusan satu pemimpin dapat mempengaruhi banyak negara.
Serangan ini menandai langkah besar dalam kebijakan luar negeri AS dan menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan konflik yang lebih luas di kawasan tersebut. Masyarakat internasional kini menunggu langkah selanjutnya dari pemerintah AS dan reaksi dari Iran terhadap serangan ini.
serangan nuklir Iran AS kebijakan Trump