Gerakan bisnis untuk kebaikan bertujuan untuk mengubah cara perusahaan beroperasi agar lebih inklusif, berkelanjutan, dan berkomitmen untuk melakukan kebaikan. Namun, satu aspek yang kurang mendapatkan perhatian adalah sisi permintaan, yaitu apa yang sebenarnya diinginkan oleh para konsumen.
Menurut Collins dari Universitas Michigan, "Kapitalisme akan selalu condong ke arah konsumsi. Di mana ada permintaan, di situ kapitalisme akan berusaha memenuhi". Ini menunjukkan bahwa kekuatan konsumsi sangat memengaruhi bagaimana bisnis beroperasi.
Dari sudut pandang ini, ternyata jumlah konsumen yang membuat keputusan pembelian berdasarkan alasan etis masih tergolong kecil. Sebagai contoh, pembelian makanan organik hanya mencakup kurang dari 10% dari total penjualan di toko kelontong. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun nilai-nilai etika penting bagi konsumen, harga dan kualitas tetap menjadi faktor utama saat berbelanja.
Dengan menyadari kenyataan ini, muncul pertanyaan penting: Bagaimana perusahaan yang menerapkan prinsip "bisnis untuk kebaikan" dapat bertahan di era yang baru ini? Penting bagi mereka untuk memahami bahwa meskipun ada keinginan untuk berkontribusi pada kebaikan, banyak konsumen yang masih memprioritaskan aspek praktis seperti harga dan kualitas produk.
Untuk itu, perusahaan perlu menemukan cara untuk menawarkan produk yang tidak hanya baik dari segi etika, tetapi juga terjangkau dan berkualitas. Dengan demikian, mereka dapat menarik lebih banyak konsumen dan memperluas pengaruh gerakan bisnis untuk kebaikan ini.
Dengan semakin banyaknya konsumen yang peduli terhadap isu-isu lingkungan dan sosial, ada harapan bahwa gerakan ini dapat tumbuh dan berkembang. Namun, untuk mencapai itu, perusahaan harus lebih inovatif dalam memenuhi kebutuhan konsumen sambil tetap berpegang pada prinsip etika.
Dengan memahami dinamika permintaan konsumen, gerakan bisnis untuk kebaikan dapat menemukan jalan untuk bertahan dan berkembang di masa depan.
bisnis untuk kebaikan konsumen permintaan etika makanan organik