Jepang saat ini menghadapi krisis demografi yang serius. Pada tahun 2024, angka kelahiran di negara tersebut mencapai titik terendah dalam sejarah, dengan hanya 686.061 bayi yang lahir. Ini adalah pertama kalinya sejak pencatatan dimulai pada tahun 1899, angka kelahiran Jepang turun di bawah 700.000.
Menurut pengumuman dari Kementerian Kesehatan Jepang yang dirilis pada hari Rabu, jumlah kelahiran mengalami penurunan sebesar 41.227 bayi atau sekitar 5,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, terutama setelah angka kelahiran juga sudah jatuh di bawah 800.000 dua tahun lalu, yaitu pada tahun 2022.
Krisis ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk meningkatnya jumlah penduduk yang menua dan berkurangnya jumlah pasangan yang memutuskan untuk memiliki anak. Banyak orang muda di Jepang lebih memilih untuk fokus pada karir atau menunda pernikahan dan memiliki anak. Hal ini membuat populasi Jepang semakin menua dan berkurang secara signifikan.
Pemerintah Jepang telah mencoba berbagai cara untuk meningkatkan angka kelahiran, mulai dari memberikan insentif bagi pasangan yang memiliki anak hingga meningkatkan akses ke perawatan anak. Namun, upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang cukup signifikan.
Dengan rendahnya angka kelahiran dan meningkatnya populasi lanjut usia, Jepang menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan sosial dan ekonomi. Jika situasi ini terus berlanjut, Jepang mungkin akan mengalami dampak yang lebih besar pada sistem kesehatan dan pensiun, serta pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Jepang krisis demografi angka kelahiran populasi