Sebuah studi baru menunjukkan bahwa mencium pasangan bisa lebih dari sekadar ungkapan kasih sayang. Studi ini mengungkapkan bahwa tindakan sederhana tersebut dapat berpotensi menyebarkan bakteri yang berhubungan dengan kecemasan dan depresi. Penelitian ini dilakukan oleh para ilmuwan dan dipublikasikan dalam jurnal Exploratory Research and Hypothesis in Medicine.
Dalam penelitian ini, para ilmuwan menemukan bahwa pasangan yang sehat dan baru menikah, yang tinggal bersama pasangan yang mengalami depresi, kecemasan, dan insomnia, menunjukkan tanda-tanda peningkatan kondisi tersebut setelah enam bulan tinggal bersama. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan mental pasangan dapat mempengaruhi kesehatan mental pasangannya.
Selama enam bulan penelitian, mikrobioma mulut pasangan yang sehat mengalami perubahan, menjadi semakin mirip dengan pasangan mereka yang memiliki masalah kesehatan mental. Para ilmuwan mencatat peningkatan bakteri tertentu seperti Clostridia, Veillonella, Bacillus, dan Lachnospiraceae. Bakteri-bakteri ini sebelumnya telah dikaitkan dengan gangguan neurologis. Peneliti berteori bahwa bakteri ini dapat mempengaruhi fungsi otak dengan melemahkan penghalang darah-otak.
Selain itu, para peneliti menemukan bahwa kadar kortisol dalam air liur pasangan yang sehat meningkat setelah enam bulan. Kadar kortisol adalah hormon stres yang menunjukkan adanya perubahan terkait stres secara fisiologis. Menariknya, pasangan wanita tampak lebih rentan terhadap perubahan ini, baik dalam mikrobioma mulut maupun skor kesehatan mental mereka.
Meskipun temuan ini menarik, para peneliti juga mengakui adanya beberapa keterbatasan dalam studi ini, termasuk ketergantungan pada skor kesehatan mental yang dilaporkan sendiri dan hanya mengukur kadar kortisol di pagi hari. Dengan penelitian lebih lanjut, temuan ini menawarkan harapan bagi jutaan pasangan yang berjuang dengan masalah kesehatan mental.
kissing pasangan kecemasan depresi bakteri