Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, mantan presiden Indonesia, telah menimbulkan kontroversi yang mendalam di kalangan masyarakat. Banyak pihak berpendapat bahwa langkah ini dapat merusak prinsip-prinsip antikorupsi, kolusi, dan nepotisme yang selama ini diperjuangkan di Indonesia.
Pihak yang menentang pemberian gelar tersebut menilai bahwa keteladanan dan moralitas yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat akan semakin pudar. Mereka merasa bahwa seseorang yang dianggap tidak layak menjadi teladan seharusnya tidak diberi gelar pahlawan nasional.
Soeharto sendiri terlibat dalam berbagai dugaan kasus korupsi yang berkaitan dengan tujuh yayasan yang didirikannya. Meskipun pada 3 Agustus 2000 ia pernah ditetapkan sebagai terdakwa, proses hukum terhadapnya tidak pernah berlanjut hingga tuntas. Hal ini meninggalkan pertanyaan besar di benak publik mengenai integritas moral seseorang yang diharapkan menjadi pahlawan.
Tidak hanya itu, selama masa kepemimpinannya, banyak pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan hingga kini belum pernah diusut secara menyeluruh. Beberapa peristiwa besar seperti peristiwa 1965-1966, penembakan misterius pada 1982-1985, serta tragedi Tanjung Priok dan Talangsari di Lampung pada 1989, masih menyisakan luka yang belum terobati di masyarakat.
Dengan berbagai fakta dan data yang ada, banyak orang bertanya-tanya, "Apakah Soeharto masih layak mendapatkan gelar pahlawan?" Mayoritas menjawab tidak. Dalam rangka mengekspresikan pandangan ini, sejumlah pihak telah meluncurkan petisi penolakan terhadap pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Petisi ini mengajak masyarakat untuk menyuarakan ketidaksetujuan mereka terhadap keputusan yang dianggap tidak adil ini.
Soeharto pahlawan kontroversi antikorupsi HAM