Pada hari Kamis, Sudan mengajukan tuduhan kepada Uni Emirat Arab (UEA) terkait keterlibatannya dalam genosida di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda. Tuduhan ini muncul dalam konteks dugaan genosida terhadap komunitas Masalit di Darfur, yang diduga dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF), sebuah kelompok paramiliter.
Dalam sidang publik ini, Sudan menjelaskan bahwa tindakan genosida tersebut tidak mungkin terjadi tanpa dukungan dari UEA. Muawia Osman, Menteri Kehakiman Sudan yang menjabat, menyatakan di depan pengadilan bahwa "genosida yang sedang berlangsung ini tidak mungkin terjadi tanpa keterlibatan UEA, termasuk pengiriman senjata kepada RSF."
Osman menambahkan, "Dukungan logistik dan lainnya yang diberikan oleh UEA kepada RSF telah menjadi faktor utama di balik genosida yang sedang berlangsung, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, pengusiran paksa, dan penjarahan."
Pemerintah Sudan, yang beraliansi dengan angkatan bersenjata, telah berperang melawan RSF sejak April 2023. Mereka menuduh kelompok paramiliter dan milisi yang beraliansi dengan RSF melakukan genosida, pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, dan pengusiran paksa. Sudan juga menegaskan bahwa semua kejahatan ini dimungkinkan oleh dukungan langsung dari UEA.
Tahun lalu, sebuah penyelidikan independen yang dilakukan oleh Raoul Wallenberg Centre menemukan bahwa terdapat "bukti yang jelas dan meyakinkan" bahwa RSF dan milisi yang beraliansi telah melakukan dan sedang melakukan genosida terhadap komunitas Masalit, yang merupakan kelompok Afrika Hitam di negara tersebut.
Negara bagian Darfur Barat menjadi lokasi serangan berbasis etnis yang intens oleh RSF dan milisi Arab yang beraliansi terhadap komunitas Masalit sepanjang tahun 2023.
Sudan telah meminta agar ICJ menerapkan sejumlah langkah sementara untuk menangani situasi ini. UEA dijadwalkan untuk memberikan tanggapan mereka pada pukul 16.00 waktu setempat.
Sudan Uni Emirat Arab genosida Masalit ICJ