Pasar saham Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan yang sangat besar, kehilangan sekitar USD5,4 triliun atau setara dengan Rp89 ribu triliun hanya dalam waktu dua hari. Penurunan ini terjadi setelah pemerintah Washington mengumumkan tarif baru yang akan diberlakukan ke hampir 200 negara.
Menurut laporan dari Bloomberg pada hari Sabtu (5/4/2025), indeks S&P 500 mengalami penutupan yang lebih rendah sebesar enam persen pada hari Jumat, menjadikannya salah satu yang terendah dalam 11 bulan terakhir.
Dalam dua sesi terakhir, indeks S&P 500 tercatat turun hingga 11 persen, yang merupakan penurunan dua hari tertajam sejak Maret 2020. Saat itu, pandemi Covid-19 membuat banyak negara terpuruk dalam keadaan ekonomi yang sulit.
Luca Paolini, Kepala Strategi di Pictet Asset Management, menyatakan, "Pasar sedang mengalami tekanan dan akan ada lebih banyak tekanan di masa depan. Perang dagang ini berisiko mendorong ekonomi AS ke dalam resesi."
Paolini juga menambahkan, "Ini pasti akan menyebabkan resesi karena dampaknya yang merusak, kecuali Trump membatalkannya." Hal ini menunjukkan betapa seriusnya situasi yang dihadapi pasar saham saat ini.
Dengan kondisi ini, banyak pengamat ekonomi yang mulai khawatir akan dampak lebih lanjut dari kebijakan tarif yang baru. Mereka percaya bahwa langkah ini dapat meningkatkan ketidakpastian di pasar dan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Pasar saham adalah tempat di mana perusahaan-perusahaan besar menjual bagian dari kepemilikan mereka untuk mendapatkan uang. Ketika ada berita negatif tentang kebijakan pemerintah, seperti tarif ini, banyak investor cenderung menjual saham mereka, yang menyebabkan harga saham turun.
Ke depan, semua mata akan tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil pemerintah AS dan bagaimana pasar akan bereaksi terhadapnya. Semoga keadaan ini segera membaik bagi semua pihak.
pasar saham Amerika Serikat tarif resesi S&P 500