Selama hampir 80 tahun, Amerika Serikat telah memberikan perlindungan nuklir kepada Eropa. Namun, kebijakan deterensi yang diperluas ini merupakan hal yang aneh dan tidak alami. Salah satu negara harus berjanji untuk menggunakan kekuatan nuklirnya—dan dengan demikian, mempertaruhkan kehancuran nuklir—untuk melindungi negara lain.
Prancis memiliki hubungan yang rumit dengan kebijakan ini. Negara ini telah berusaha untuk memiliki deterensi nuklir yang independen, namun dengan perubahan dalam geopolitik Amerika, Prancis dan Eropa kini mungkin sedang mempertimbangkan pendekatan yang berbeda.
Dengan semakin banyaknya tantangan yang dihadapi, para sekutu Eropa mulai mempertanyakan seberapa jauh Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para presiden sebelumnya bersedia mempertaruhkan perang nuklir untuk mendukung mereka.
Hal ini menunjukkan bahwa situasi keamanan di Eropa semakin kompleks. Meskipun Prancis telah berpegang pada kebijakan deterensi nuklir independennya, kebangkitan ancaman baru dapat memaksa negara tersebut untuk mengevaluasi kembali posisinya dalam aliansi dengan negara-negara Eropa lainnya.
Sebagai contoh, ketegangan internasional yang meningkat dan ketidakpastian geopolitik saat ini telah membuat negara-negara Eropa lebih waspada. Mereka mulai menyadari bahwa ketergantungan pada perlindungan nuklir dari Amerika Serikat mungkin tidak selalu menjadi jaminan keamanan yang mereka harapkan.
Dalam konteks ini, Prancis perlu mempertimbangkan seberapa jauh mereka akan melangkah untuk menjaga stabilitas di kawasan Eropa. Keputusan yang diambil oleh Macron dan pemerintahnya akan memiliki dampak jangka panjang bagi hubungan Eropa dan keamanan global.
Sementara itu, penting bagi para pemimpin Eropa untuk berdialog dan mencari solusi bersama, agar dapat menghadapi segala kemungkinan yang mungkin muncul ke depan. Kebijakan nuklir tidak hanya menjadi tanggung jawab satu negara, tetapi harus menjadi perhatian bersama bagi seluruh negara di Eropa.