Protes terhadap pemerintahan Presiden Donald Trump dan dukungan untuk Palestina terus meningkat di seluruh Amerika Serikat. Dalam situasi ini, Departemen Luar Negeri AS dilaporkan sedang merencanakan penggunaan teknologi untuk menekan ketidakpuasan masyarakat.
Bulan ini, Axios melaporkan bahwa rencana Senator Marco Rubio yang disebut "Catch and Revoke" bertujuan untuk mencabut visa warga negara asing yang memungkinkan mereka tinggal di AS. Rencana ini dapat didukung oleh analisis kecerdasan buatan (AI) dari akun media sosial individu yang terlibat dalam protes.
Penggunaan AI ini datang pada saat Mahmoud Khalil, seorang mantan mahasiswa Universitas Columbia, saat ini sedang ditahan dan terancam pencabutan kartu hijau (green card) karena keterlibatannya dalam protes di kampus. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam menangani protes yang terjadi.
AI, atau kecerdasan buatan, adalah teknologi yang dapat menganalisis data dalam jumlah besar dan menemukan pola-pola tertentu. Dalam konteks ini, pemerintah berupaya mengidentifikasi individu yang dianggap terlibat dalam protes melalui jejak digital mereka di media sosial.
Sementara itu, protes yang menyerukan perubahan kebijakan dan mendukung Palestina terus berlangsung di berbagai kota di AS. Para demonstran mengekspresikan pendapat mereka dan menuntut keadilan bagi rakyat Palestina, yang sering kali menjadi isu hangat di kalangan masyarakat.
Dengan adanya rencana ini, banyak yang mengkhawatirkan bahwa penggunaan teknologi untuk mengawasi dan menindak individu yang terlibat dalam protes dapat mengancam kebebasan berpendapat. Masyarakat pun mulai mempertanyakan batasan antara keamanan nasional dan hak asasi manusia.
Kita akan terus memantau perkembangan situasi ini dan bagaimana pemerintah AS akan merespons protes yang meluas ini.