Mahmoud Khalil, seorang lulusan Columbia University yang juga merupakan penduduk tetap AS, ditangkap oleh otoritas imigrasi Amerika Serikat pada malam Sabtu lalu. Penangkapannya dilakukan oleh agen Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) setelah ia terlibat dalam protes mendukung Palestina di kampusnya pada musim semi tahun 2024.
Khalil sebelumnya bekerja untuk pemerintah Inggris sebagai manajer lokal untuk Program Chevening Suriah, sebuah program beasiswa internasional yang bergengsi. Selain itu, ia juga berkontribusi pada Dana Konflik, Stabilitas, dan Keamanan. Informasi ini diperoleh dari catatan online yang diteliti oleh Middle East Eye (MEE).
Andrew Waller, seorang mantan diplomat Inggris yang pernah menjadi penasihat kebijakan di Kantor Suriah saat Khalil bekerja di sana, menyatakan bahwa gambaran pemerintah AS tentang Khalil sangat salah dan merugikan. Waller menegaskan, "Dia telah melalui proses penyaringan untuk mendapatkan pekerjaan itu dan diizinkan untuk bekerja pada isu-isu sensitif untuk pemerintah Inggris."
Waller juga menambahkan, "Ini adalah pencemaran nama baik yang nyata. Mahmoud adalah orang yang sangat baik dan penuh perhatian, dan dia dicintai oleh rekan-rekannya di Kantor Suriah. Anda tidak akan menemukan seseorang yang mengatakan hal buruk tentangnya, dia sangat baik dalam pekerjaannya."
Pernyataan ini muncul di tengah kontroversi mengenai kebebasan berbicara di AS. Hanya kurang dari dua minggu yang lalu, JD Vance memberikan kuliah kepada Keir Starmer tentang kebebasan berbicara, sementara kini pemerintah AS dituduh menculik Khalil karena terlibat dalam protes mahasiswa.
Pada hari Senin, Presiden AS, Donald Trump, melalui platform Truth Social, menyebut Khalil sebagai "Mahasiswa Radikal Pro-Hamas" dan mengumumkan bahwa penangkapannya adalah "penangkapan pertama dari banyak yang akan datang."
Kasus ini memicu banyak perdebatan di kalangan masyarakat dan menyoroti isu-isu terkait kebebasan berbicara serta hak asasi manusia.
Mahmoud Khalil Columbia University imigrasi Inggris pro-Palestina