Dalam upaya untuk lebih memahami budaya non-Barat, banyak orang mencari cara untuk meresapi nilai-nilai dan cerita yang ada di dalamnya. Salah satu karya yang sangat berpengaruh adalah Mahabharata, sebuah epik yang tidak hanya menjadi kisah perang, tetapi juga sebuah pencarian mendalam akan kebenaran dan makna hidup.
Mahabharata bukanlah sekadar cerita tentang perang di Kurukshetra; ia adalah sebuah kosmos yang luas. Di dalamnya terdapat berbagai kisah, ajaran, dan tantangan yang dihadapi manusia. Dalam perjalanan menuju perang, pembaca diajak melalui berbagai parabel dan fabel, intervensi ilahi, serta kelemahan manusia.
Salah satu bagian paling terkenal dari Mahabharata adalah Bhagavad Gita, yang dianggap sebagai inti dari epik ini. Di dalamnya, Arjuna, seorang prajurit yang ragu, diingatkan oleh Krishna untuk tidak takut akan akibat dari tindakannya. Krishna mengajarkan bahwa Dharma, atau kebenaran, harus diutamakan, dan tindakan yang benar tidak boleh dipengaruhi oleh hasil yang akan datang.
Paradox dari Mahabharata terletak pada kemampuannya untuk menggabungkan ajaran suci, seperti Veda, dengan gambaran kekerasan dan perang. Hal ini menggambarkan dunia yang penuh dengan maya, atau ilusi, di mana darah dan kitab suci, pedang dan doa, merupakan bagian dari realitas yang sama. Memahami ilusi ini bukan berarti mundur, tetapi justru bertindak tanpa keterikatan dan keraguan.
Retelling Mahabharata ini bukanlah terjemahan secara ketat, tetapi lebih sebagai jalan menuju pemahaman yang lebih dalam. Ini adalah pengantar tidak hanya untuk Hinduism, tetapi juga pemikiran manusia tentang yang ilahi. Bagi mereka yang tidak menguasai bahasa Sanskrit dan ingin lebih dari sekadar gambaran umum, ini adalah awal yang layak untuk menjelajahi makna yang lebih dalam.
Dengan membaca Mahabharata, kita tidak hanya belajar tentang kisah epik, tetapi juga tentang nilai-nilai yang membentuk salah satu budaya tertua di dunia. Ini adalah perjalanan yang akan membawa kita lebih dekat ke pemahaman tentang diri kita sendiri dan orang lain.