Pada tanggal 8 Maret, perempuan di seluruh dunia merayakan Hari Perempuan Internasional dengan berunjuk rasa untuk meminta hak-hak perempuan, kesetaraan gender, otonomi tubuh, serta menentang kekerasan seksual dan pernikahan anak. Ribuan orang turun ke jalan, dan beberapa pria juga bergabung sebagai bentuk solidaritas terhadap isu-isu yang dihadapi perempuan.
Hari Perempuan Internasional diakui secara resmi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1977. Sejak saat itu, hari ini menjadi momen penting untuk memperjuangkan hak-hak perempuan di berbagai belahan dunia. Saat ini, Hari Perempuan Internasional juga menjadi hari libur nasional di lebih dari dua puluh negara.
Dalam aksi yang dilakukan, banyak demonstran menggunakan warna ungu. Warna ini telah lama diasosiasikan dengan perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender. Kehadiran warna ini dalam demonstrasi menunjukkan semangat dan tekad perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Aksi unjuk rasa ini bukan hanya sekedar seruan, tetapi juga merupakan langkah penting dalam meningkatkan kesadaran akan isu-isu yang masih dihadapi oleh perempuan, seperti kekerasan seksual dan pernikahan anak. Dengan bersatu, perempuan berharap dapat mendorong perubahan yang positif di masyarakat.
Dalam beberapa foto yang muncul di media, terlihat banyak perempuan yang bersemangat menyampaikan aspirasi mereka. Aksi ini menunjukkan bahwa suara perempuan harus didengar dan diakui. Dengan adanya dukungan dari berbagai kalangan, termasuk pria, diharapkan perjuangan untuk kesetaraan gender semakin kuat dan mendapatkan perhatian yang lebih besar.
Hari Perempuan Internasional adalah pengingat bahwa perjuangan untuk hak-hak perempuan harus terus dilakukan, dan setiap individu memiliki peran penting dalam menciptakan dunia yang lebih adil dan setara.
Hari Perempuan Internasional hak perempuan kesetaraan gender unjuk rasa