Setelah mengalami kekalahan besar, partai politik sering kali menghadapi periode perselisihan internal. Hal ini juga terjadi pada Partai Demokrat di Amerika Serikat setelah kekalahan mereka dalam pemilu baru-baru ini. Pada tahun 2016, ketika Donald Trump meraih kemenangan besar, muncul gerakan perlawanan yang kuat yang menguntungkan kalangan progresif dalam Partai Demokrat.
Saat itu, ide-ide tentang rasisme sistemik dan hak istimewa kulit putih menjadi sangat populer. Namun, situasi kali ini berbeda. Kali ini, para moderat dalam Partai Demokrat mulai mendapatkan kekuatan. Mereka berpendapat bahwa partai telah bergerak terlalu jauh ke kiri dan hal ini membuat pemilih non-kulit putih serta kelas pekerja, yang sebelumnya menjadi basis kekuatan tradisional partai, merasa terasing.
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah, dapatkah Partai Demokrat menemukan kembali identitas dan prinsip-prinsip yang mereka pegang? Para pemimpin dalam partai tersebut terlibat dalam perdebatan sengit mengenai arah masa depan partai. Di satu sisi, ada kelompok progresif yang ingin melanjutkan perjuangan untuk keadilan sosial dan perubahan sistemik. Di sisi lain, ada kelompok moderat yang percaya bahwa partai perlu kembali ke posisi tengah agar dapat menarik kembali pemilih yang hilang.
Dalam situasi ini, penting bagi Partai Demokrat untuk menentukan apa yang sebenarnya mereka perjuangkan. Apakah mereka akan tetap berpegang pada ide-ide progresif yang telah mendorong banyak perubahan, ataukah mereka akan mendengarkan suara moderat yang menginginkan pendekatan yang lebih seimbang? Perdebatan ini tidak hanya akan menentukan masa depan Partai Demokrat, tetapi juga akan mempengaruhi politik di Amerika Serikat secara keseluruhan.