Banyuwangi, 7 Maret 2025 – Komisi Yudisial Republik Indonesia mengumumkan bahwa Ketua Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, Dr. I Gede Yuliarta, S.H., M.H., terbukti melanggar kode etik hakim. Hal ini terkait dengan keberpihakannya dalam sebuah konflik agraria di Desa Pakel. Keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai netralitas hakim dalam memberikan keadilan kepada masyarakat.
Konflik agraria adalah masalah yang sering terjadi di Indonesia, di mana tanah dan hak atas tanah menjadi sumber sengketa antara masyarakat dan perusahaan. Dalam kasus ini, Dr. I Gede Yuliarta diduga telah terlibat aktif dalam Tim Terpadu yang bertugas menangani konflik sosial di daerah tersebut. Seharusnya, sebagai seorang hakim, ia harus tetap netral dan tidak berpihak pada salah satu pihak.
Beberapa fakta yang mendukung keputusan Komisi Yudisial antara lain:
- Dr. I Gede Yuliarta terlibat dalam Tim Terpadu yang menangani konflik sosial, meskipun seharusnya menjaga sikap netral.
Pelanggaran ini menjadi sorotan karena netralitas hakim sangat penting dalam sistem peradilan. Hakim diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil dan tidak memihak, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan hak-hak masyarakat. Dengan adanya keputusan ini, masyarakat diharapkan semakin percaya bahwa keadilan dapat ditegakkan tanpa adanya keberpihakan.
Komisi Yudisial terus berkomitmen untuk menjaga integritas dan profesionalisme para hakim di Indonesia. Mereka mengingatkan bahwa setiap pelanggaran kode etik akan ditindak tegas demi terciptanya peradilan yang bersih dan berkeadilan.
Kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, bahwa keadilan tidak boleh terdistorsi oleh kepentingan tertentu. Masyarakat berhak mendapatkan perlindungan dan keadilan dalam setiap proses hukum yang mereka jalani.
PN Banyuwangi I Gede Yuliarta Komisi Yudisial kode etik hakim