Dalam budaya kerja saat ini, banyak orang merasa terjebak dalam apa yang disebut dengan budaya hustle. Budaya ini menganggap waktu luang sebagai sesuatu yang mewah, bukan sebagai kebutuhan. Hal ini didukung oleh perusahaan-perusahaan yang memberikan imbalan kepada karyawan yang bekerja tanpa henti, bahkan hingga mengorbankan kesehatan mereka sendiri.
Namun, kondisi ini membawa dampak negatif bagi banyak orang. Menurut penelitian terbaru dari SHRM, 44% karyawan di Amerika Serikat yang disurvei merasakan kelelahan di tempat kerja. Selain itu, 45% merasa "terlalu emosional" karena pekerjaan mereka, dan 51% merasa "habis" pada akhir hari kerja. Kondisi ini mengindikasikan bahwa banyak pekerja berisiko mengalami burnout, yaitu kondisi kelelahan fisik dan mental yang parah.
Kelelahan kerja ini sering terjadi ketika seseorang yang awalnya merupakan pekerja yang berkinerja tinggi, beralih menjadi seorang workaholic, yaitu orang yang sangat terobsesi dengan pekerjaan. Budaya kerja keras yang terus-menerus bisa membuat seseorang merasa tidak memiliki waktu untuk beristirahat, sehingga kesehatan mental dan fisik mereka terganggu.
Hal ini menunjukkan pentingnya menjaga keseimbangan antara kerja dan waktu istirahat. Setiap orang perlu menyadari bahwa waktu luang tidak hanya penting untuk bersenang-senang, tetapi juga untuk menjaga kesehatan dan produktivitas. Untuk mencegah burnout, penting bagi karyawan untuk mengambil waktu istirahat yang cukup dan tidak membiarkan pekerjaan menguasai seluruh hidup mereka.