Delapan puluh tahun yang lalu, pada bulan Februari 1945, tiga negara besar yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Soviet berkumpul di Yalta, sebuah kota di Crimea, untuk merencanakan akhir dari Perang Dunia Kedua. Pertemuan ini sangat penting karena para pemimpin dari ketiga negara tersebut ingin membahas bagaimana cara mengatur Eropa setelah kekalahan Nazi.
Pada saat itu, Nazi Jerman masih menguasai sebagian besar wilayah Eropa. Namun, seperti yang diprediksi oleh majalah The Economist pada waktu itu, semakin banyak wilayah Jerman yang akan jatuh ke tangan Uni Soviet. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan Uni Soviet semakin meningkat dan mereka akan mengambil alih banyak area yang sebelumnya dikuasai oleh Nazi.
Dalam pertemuan di Yalta, para pemimpin membahas beberapa hal penting. Mereka sepakat untuk membagi Eropa menjadi beberapa zona pengaruh. Ini berarti bahwa setelah perang berakhir, masing-masing negara akan memiliki wilayah tertentu yang akan mereka kendalikan. Keputusan ini diambil untuk memastikan bahwa tidak akan ada satu negara pun yang menjadi terlalu kuat dan menguasai seluruh Eropa.
Selain itu, mereka juga membahas bagaimana cara membawa para pemimpin Nazi ke pengadilan. Ini penting agar kejahatan yang dilakukan oleh Nazi tidak dilupakan dan pelakunya mendapatkan hukuman yang pantas.
Perjanjian Yalta menandai awal dari perubahan besar di Eropa. Meskipun pertemuan ini dilakukan untuk merencanakan masa depan yang lebih baik setelah perang, hasil dari perjanjian ini juga membawa dampak jangka panjang yang akan mempengaruhi hubungan antarnegara di Eropa selama beberapa dekade ke depan.
Setiap minggu, kami akan merilis cuplikan dari arsip kami mengenai laporan asli tentang tahun terakhir Perang Dunia Kedua. Ini adalah kesempatan bagi kita semua untuk belajar dan memahami lebih dalam tentang sejarah yang telah membentuk dunia kita saat ini.
Gambar: Alamy dan Getty Images, Ilustrasi: Dan Williams