Pada malam Rabu, Ketua Hakim Agung John Roberts menangguhkan perintah dari pengadilan yang lebih rendah, yang mengharuskan pemerintahan Trump untuk melakukan pembayaran bantuan asing sekitar $2 miliar. Pembayaran ini dihentikan sebagai bagian dari serangan yang lebih luas terhadap Badan Pembangunan Internasional AS (USAID).
Perselisihan yang saat ini ada di hadapan Mahkamah Agung ini penting karena dua alasan. Pertama, ini adalah kasus pertama dari era Trump yang melibatkan pemotongan anggaran, sebuah klaim yang dipertanyakan secara hukum bahwa presiden dapat membatalkan pengeluaran federal yang telah ditetapkan oleh undang-undang yang disahkan oleh Kongres. Undang-Undang Kontrol Pemotongan Anggaran tahun 1974 menetapkan batasan yang sangat ketat pada kemampuan presiden untuk mempertanyakan keputusan pengeluaran Kongres. Biasanya, presiden harus meminta izin dari Kongres sebelum membatalkan pengeluaran. Namun, Trump mengklaim memiliki kekuasaan untuk melakukannya tanpa persetujuan legislatif.
Alasan kedua adalah bahwa dalam dokumen yang baru-baru ini diajukan oleh Departemen Kehakiman Trump di Mahkamah Agung, tim hukumnya tampaknya mengungkapkan rencana mereka untuk menghindari Undang-Undang Kontrol Pemotongan Anggaran dan aturan serupa yang mengharuskan presiden untuk mematuhi undang-undang pengeluaran federal.
Kasus ini menyoroti ketegangan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif dalam pengelolaan anggaran pemerintah. Masyarakat dan pengamat hukum akan terus mengikuti perkembangan ini dengan cermat, karena kemungkinan dampaknya terhadap kebijakan bantuan luar negeri dan hubungan internasional Amerika Serikat.