JAYAPURA - Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih telah melimpahkan kembali berkas perkara kasus pelemparan bom molotov yang terjadi di Kantor Redaksi Jubi kepada Kepolisian Daerah (Polda) Papua. Keputusan ini menimbulkan kritik dari Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua, yang menilai bahwa Kodam XVII/Cenderawasih tidak serius dalam mengungkap pelaku dari kasus teror tersebut.
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih, Letkol Inf Candra Kurniawan, menjelaskan bahwa hasil penyelidikan dari tim investigasi Kodam tidak menemukan bukti yang menunjukkan keterlibatan TNI dalam kejadian tersebut. "Kasus bom molotov Jubi telah dilimpahkan kembali ke Polda Papua," ungkap Candra saat memberikan keterangan pers di Kodam XVII/Cenderawasih pada Rabu, 26 Februari 2025.
Pelemparan bom molotov tersebut terjadi pada 16 Oktober 2024, sekitar pukul 03.15 WIT. Dua orang pelaku melakukan pelemparan ke halaman Kantor Redaksi Jubi yang terletak di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura. Akibat dari aksi ini, dua mobil operasional Jubi mengalami kerusakan akibat terbakar, dan diperkirakan menimbulkan kerugian sekitar Rp300 juta.
Di lokasi kejadian, polisi menemukan pecahan botol kaca yang diduga digunakan sebagai bom molotov serta sisa-sisa kain yang diduga dijadikan sumbu. Kasus ini telah dilaporkan kepada Polda Papua dengan nomor laporan polisi: LP/B/128/X/2024/SPKT/Polda Papua. Kasus ini dikategorikan sebagai tindak pidana yang sengaja menimbulkan kebakaran, sesuai dengan Pasal 180 jo Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sejak awal tahun 2025, tepatnya pada 22 Januari, penyidik Polda Papua telah melimpahkan berkas perkara ini ke Polisi Militer (Pomdam) XVII/Cenderawasih. Namun, dengan adanya pelimpahan kembali kepada Polda, situasi ini memicu pertanyaan mengenai keseriusan pihak berwenang dalam menyelesaikan kasus tersebut.
Untuk informasi lebih lanjut, pernyataan sikap selengkapnya bisa dibaca melalui laman resmi AJI di aji.or.id.
Kodam Cenderawasih Polda Papua bom molotov Jubi pelimpahan kasus