Gaza City, 28 Februari 2025 - Ruwaida Amer, seorang warga Gaza, berbagi pengalamannya saat mencoba kembali ke Gaza City setelah invasi militer Israel yang mengganggu kehidupan sehari-hari mereka. Dalam tulisannya, ia menggambarkan perasaan cemas dan ketakutan yang menghinggapi dirinya dan keluarganya saat mereka berusaha menuju kota yang dicintainya.
"Ketika tentara Israel menginvasi Jalur Gaza dengan darat dan menguasai Koridor Netzarim, kami hidup dalam keadaan cemas dan takut. Bagaimana kami bisa kembali ke daerah itu?" ungkapnya. Sebelum perang, perjalanan ke Gaza City terasa mudah, namun kini situasinya berubah drastis.
Gaza sering dibagi menjadi utara dan selatan, namun bagi penduduk Gaza, mereka lebih mengenal geografi mereka sendiri. Gaza City adalah pusat bisnis, perbelanjaan, dan pariwisata yang sangat dicintai oleh warganya. Ruwaida mengaku merindukan tempat itu selama 15 bulan.
Suatu pagi, Ruwaida memberitahu ayahnya bahwa mereka akan pergi ke Gaza City. Saat menunggu taksi, mereka bertanya tentang kondisi jalan dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melewati pos pemeriksaan. Rangkaian pertanyaan ini terasa melelahkan.
Mereka berbagi taksi dengan sebuah keluarga yang juga menuju utara untuk mengunjungi putri mereka yang tidak pernah meninggalkan Gaza City selama perang. Saat melintasi Jalan Salah al-Din dan mencapai Netzarim, mereka menemukan penghalang pasir besar yang menghalangi jalan, memaksa mereka untuk menggunakan jalan alternatif melalui daerah Mughraqa.
"Aku merasa seperti berada dalam labirin. Sopir kami mengikuti mobil lain, melewati jaringan jalan yang membingungkan dan tidak rata. Di satu titik, kami berhenti karena sekitar 30 mobil menunggu di depan kami," kata Ruwaida.
Ketika keluar untuk mengamati, ia melihat pos pemeriksaan di tempat yang terang. Di sekelilingnya, terdapat lubang-lubang dalam yang mengoyak tanah, beberapa di antaranya sedalam sembilan meter. Daerah Maghraqa, yang dulunya merupakan zona pertanian yang subur, kini tampak seperti padang tandus. Rumah-rumah di sana telah hilang.
Seorang wanita dalam taksi menghela napas, "Kami telah bertahan dari tentara Israel selama satu setengah tahun. Bagaimana orang-orang di Tepi Barat bisa hidup seperti ini setiap hari? Penderitaan mereka pasti sangat besar."
Kisah Ruwaida menggambarkan betapa sulitnya hidup dalam konflik yang berkepanjangan dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari warga Gaza. Perjalanan mereka ke Gaza City adalah simbol harapan dan kerinduan akan rumah yang aman dan damai.