Pada hari Minggu, para pemimpin Arab dan Uni Eropa tiba di ibu kota Arab Saudi, Riyadh, untuk memulai pembicaraan mengenai masa depan Suriah setelah jatuhnya pemerintahan Bashar al-Assad. Pertemuan ini menandai langkah penting dalam upaya internasional untuk membantu pemulihan Suriah yang telah dilanda perang selama 14 tahun.
Seorang pejabat Saudi mengatakan kepada AFP bahwa pertemuan ini akan melibatkan diskusi antara pejabat Arab dan pertemuan yang lebih luas yang juga akan melibatkan Turki, Prancis, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Salah satu topik utama yang akan dibahas adalah pencabutan sanksi terhadap Suriah. Sanksi ini telah membuat ekonomi negara tersebut terpuruk selama bertahun-tahun. Pemerintah transisi baru Suriah yang dipimpin oleh Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), yang dulunya merupakan afiliasi al-Qaeda, telah mendesak agar sanksi segera dicabut agar proses pembangunan kembali negara dapat dimulai.
Maher Khalil al-Hasan, Menteri Perdagangan Suriah, mengatakan kepada Reuters pada hari Senin bahwa Suriah menghadapi "bencana" jika sanksi tidak dicabut, karena hal itu akan menghalangi investasi tinggi di sektor industri, energi, dan minyak. Dia juga menyoroti bahwa sanksi dari AS menghambat impor gandum yang sangat dibutuhkan oleh negara yang telah hancur akibat perang ini.
Kaja Kallas, wakil presiden Komisi Eropa, menyatakan pada hari Jumat bahwa Uni Eropa akan mempertimbangkan untuk mencabut sanksi jika para pemimpin baru Suriah membentuk pemerintahan yang inklusif dan melindungi hak-hak minoritas.
Menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, mengatakan kepada wartawan di Riyadh bahwa pemerintahnya menginginkan pendekatan yang "cerdas" terhadap sanksi. "Sanksi terhadap para kaki tangan Assad yang telah melakukan kejahatan serius selama perang saudara harus tetap diberlakukan," ujarnya. Dia juga menambahkan bahwa Jerman akan memberikan bantuan tambahan sebesar €50 juta untuk kebutuhan makanan, tempat berlindung darurat, dan perawatan medis.
Baerbock menekankan, "Orang-orang Suriah kini membutuhkan hasil cepat dari transisi kekuasaan ini."
Arab Saudi sendiri memutuskan hubungan dengan pemerintahan Assad pada tahun 2012 dan mulai mendukung kelompok-kelompok yang berusaha menjatuhkannya. Namun, pada tahun 2023, Arab Saudi menjadi tuan rumah pertemuan Liga Arab di mana Assad diizinkan kembali ke dalam komunitas regional.