Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan rencana untuk menaikkan syarat minimum saham publik, atau yang dikenal sebagai free float, bagi perusahaan yang ingin melakukan penawaran umum perdana (IPO). Saat ini, aturan yang berlaku mengharuskan perusahaan memenuhi free float sebesar 7,5 persen dari total saham yang beredar.
Free float adalah saham yang dimiliki oleh pemegang saham publik yang tidak lebih dari 5 persen. Saham ini tidak dimiliki oleh pengendali perusahaan, afiliasinya, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi, serta tidak termasuk saham yang telah dibeli kembali oleh perusahaan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK RI, Inarno Djajadi, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil untuk meningkatkan kualitas perusahaan tercatat. "Saat ini juga sedang dikaji tentang kebijakan mengenai peningkatan free float minimum," jelas Inarno dalam konferensi pers yang diadakan pada Selasa, 7 Januari 2025.
Inarno menambahkan bahwa dengan menaikkan batas free float, OJK berharap dapat meningkatkan kapitalisasi pasar (market cap) emiten. Dengan porsi free float yang lebih besar, emiten memiliki kesempatan untuk menarik lebih banyak investor. Hal ini diharapkan akan secara otomatis meningkatkan nilai market cap mereka.
Lebih lanjut, Inarno menjelaskan bahwa langkah ini juga akan berdampak positif terhadap kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). "Dengan kenaikan IHSG dan kapitalisasi pasar, maka likuiditas di pasar modal juga akan semakin besar," ungkapnya.
Oleh karena itu, OJK berharap bahwa peningkatan free float ini dapat mendukung pertumbuhan kapitalisasi pasar, indeks harga saham gabungan, dan juga likuiditas pasar secara keseluruhan.
Dengan kebijakan ini, diharapkan pasar modal Indonesia dapat semakin berkembang dan menarik minat investor lebih banyak lagi.