Jakarta, 9 Januari 2025 - Keluarga korban pemerasan mengalami kesulitan yang sangat berat. Mereka terpaksa meminjam uang dari rentenir dan bahkan menjual rumah untuk memenuhi tuntutan pelaku pemerasan. Hal ini dilakukan karena mereka sangat khawatir dengan keselamatan anggota keluarga mereka.
Menurut Joko, salah satu anggota keluarga korban, mereka sering menerima teror telepon dari pelaku. "Setiap hari bahkan telpon bisa sepuluh kali lebih. Whatsapp istilahnya terus," ujarnya. Teror yang terus-menerus ini menimbulkan tekanan psikologis yang sangat berat bagi mereka, terutama bagi anggota keluarga yang sudah lanjut usia.
Riset yang dilakukan oleh Yayasan Aksi Keadilan Indonesia (AKSI) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa hampir 70 persen responden mengalami kekerasan ekonomi atau pemerasan yang diduga dilakukan oleh oknum polisi. Dari data tersebut, nilai pemerasan yang dialami bervariasi, dengan angka minimal sebesar Rp7.500.000 dan maksimal mencapai Rp90.000.000. Rata-rata, jumlah uang yang diperas adalah sekitar Rp28.700.000.
Situasi ini sangat memprihatinkan dan menunjukkan perlunya perhatian lebih dari pihak berwenang untuk menghentikan praktik pemerasan yang merugikan banyak orang. Keluarga korban berharap agar hukum dapat ditegakkan dan pelaku pemerasan dapat dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Tekanan yang mereka alami bukan hanya dari tuntutan uang, tetapi juga dari rasa takut akan keselamatan diri dan keluarga. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk waspada dan melaporkan jika mengalami hal serupa.