Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, mengumumkan bahwa ia akan mengundurkan diri dari jabatannya setelah hampir satu dekade memimpin negara tersebut. Pengumuman ini disampaikan pada hari Senin dan merupakan respon terhadap permintaan anggota partainya yang mendesaknya untuk mundur menjelang pemilu yang dijadwalkan akan berlangsung tahun ini.
Trudeau, yang telah menjabat sebagai Perdana Menteri sejak tahun 2015, akan keluar sebagai salah satu tokoh politik yang paling tidak populer di Kanada. Keputusan ini terjadi di tengah tantangan besar bagi partainya, yang kini berada dalam posisi yang lebih lemah, sekaligus menghadapi masa depan ekonomi yang tidak pasti. Hal ini diperparah dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang baru, yang berjanji akan mengenakan tarif 25% pada barang impor dari Kanada.
Selama masa jabatannya, Trudeau menjadi simbol politik progresif. Namun, ia kini menghadapi backlash dari pemilih yang merasa kecewa dengan kebijakan ekonomi yang dianggap tidak efektif, ketidakpuasan terhadap kebijakan iklim yang agresif, serta meningkatnya penolakan terhadap imigrasi.
Situasi ini menunjukkan tantangan besar bagi Trudeau dan partainya dalam menghadapi pemilu mendatang. Masyarakat Kanada akan menantikan perubahan kepemimpinan dan bagaimana hal ini akan mempengaruhi kebijakan domestik dan hubungan internasional, khususnya dengan Amerika Serikat.
Kepemimpinan Trudeau selama ini banyak dibahas, baik positif maupun negatif, tetapi kini saatnya bagi partai untuk mencari pemimpin baru yang dapat mengembalikan kepercayaan publik dan menghadapi tantangan yang ada di depan.
Dengan pengunduran diri ini, Trudeau berharap dapat memberikan kesempatan kepada partai untuk meremajakan diri dan mempersiapkan diri menghadapi pemilu yang akan datang.