Perubahan iklim semakin terasa di Jawa Timur, yang merupakan wilayah rentan terhadap cuaca ekstrem akibat peningkatan suhu global. Dampak dari perubahan ini sangat besar, terutama di sektor pertanian dan infrastruktur, yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Pada tahun 2024, kekeringan melanda 27 kabupaten/kota di Jawa Timur, dengan empat kabupaten yang menetapkan status tanggap darurat. Sebanyak 233 desa mengalami dampak parah, termasuk daerah di Sampang, Pamekasan, dan Trenggalek. Kekeringan ini disebabkan oleh perubahan pola hujan dan peningkatan suhu, yang memperburuk ketersediaan air bersih dan produksi pertanian.
Sementara itu, pada tahun 2023, banjir besar juga terjadi di 13 kabupaten/kota, terutama di daerah aliran sungai Bengawan Solo, Brantas, dan Madura. Pada bulan Desember 2024, banjir merendam 1.138,61 hektare sawah, dengan 46,40 hektare di antaranya mengalami gagal panen. Total sepanjang tahun 2024, sebanyak 15.842,02 hektare sawah terdampak banjir, yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan gangguan ekonomi.
Fenomena cuaca ekstrem ini saling berinteraksi dan memperburuk kondisi yang ada. Kerusakan ekosistem lokal, seperti sedimentasi sungai dan hilangnya daerah tangkapan air, membuat dampak kekeringan dan banjir menjadi lebih parah. Mitigasi segera diperlukan untuk mengurangi risiko yang lebih lanjut.
Sejumlah pihak, termasuk organisasi lingkungan, menyatakan bahwa mereka akan menggugat pemerintah provinsi jika tidak segera membuat kebijakan jangka panjang untuk mengatasi krisis iklim ini. Hal ini menunjukkan pentingnya tindakan yang cepat dan tepat untuk melindungi lingkungan dan masyarakat.