Breaking News
    Tidak Ada Level Aman Minum Alkohol untuk Jaga Kesehatan Otak     Labour Partai Akan Suarakan Deklarasi Genosida Israel di Gaza     Ubah Pola Pikir, Ubah Nasib: Kunci Menuju Kehidupan Lebih Baik     Mensesneg Prasetyo Cari Solusi Setelah Kartu Identitas Wartawan Dicabut    

Kondisi Memprihatinkan Wanita Palestina di Gaza

Gaza, 25 Oktober 2024 - Wanita-wanita Palestina yang mengungsi akibat serangan dan pengepungan militer Israel di utara Gaza sejak 6 Oktober 2023 berbagi pengalaman sulit mereka. Malak Elyan dan Aya Al-Tanani, yang baru tiba di Kota Gaza dari Beit Lahiya, terlihat kelelahan akibat serangan udara, kelaparan, dan dampak dari pengungsian paksa.

Mereka menceritakan perjalanan yang penuh tantangan di bawah ancaman militer Israel yang terus-menerus. Banyak orang terjebak di area yang dikelilingi kendaraan militer. Menurut laporan, tentara Israel menahan para pria dan membiarkan wanita pergi melalui rute yang ditentukan.

Serangan darat dimulai pada 6 Oktober setelah serangan udara yang intens, terutama yang menargetkan kamp pengungsi Jabalia pada 5 Oktober. Banyak yang percaya bahwa tindakan ini merupakan bagian dari rencana untuk mempersiapkan pemukiman bagi warga Israel dengan mengusir warga Palestina dari utara Gaza.

Menurut salah satu kesaksian dari wanita di Jabalia, tentara Israel mengumpulkan banyak anak-anak dan wanita ke dalam sebuah lubang dan mengelilinginya dengan tembakan. "Mereka mengambil semua anak dari ibu mereka dan menempatkan mereka dalam sesuatu yang mirip lubang. Tank berputar di sekitar mereka sampai tertutup tanah dan pasir, di tengah teriakan anak-anak dan tangisan para ibu. Setelah itu, tentara mulai melemparkan anak-anak ke arah ibu mereka. Jika seorang ibu mengambil seorang anak, dia harus bergerak cepat tanpa memastikan bahwa anak itu benar-benar miliknya," ungkapnya.

Insiden lain yang mencolok terjadi di kamp pengungsi Jabalia, di mana serangan udara menghancurkan belasan gedung, mengakibatkan banyak korban jiwa. Laporan menunjukkan bahwa setidaknya 17 orang Palestina tewas dalam serangan yang menargetkan sebuah sekolah yang digunakan sebagai tempat penampungan, termasuk seorang bayi berusia 11 bulan.

Serangan yang menyebabkan banyak korban sipil ini telah menuai kecaman dari berbagai badan internasional, pemimpin, dan organisasi kemanusiaan. Ada seruan untuk menyelidiki kemungkinan kejahatan perang, terutama terkait penggunaan senjata yang diberikan oleh Amerika Serikat dalam konflik ini.

Aya Al-Tanani, yang berusia 16 tahun, menggambarkan kesulitan dalam menghubungi anggota keluarganya yang ditahan. Dia mengalami serangan bom yang terus-menerus selama 18 hari di bawah pengepungan sebelum terpaksa melarikan diri dari Beit Lahiya. "Kami mendengar seorang anak berteriak, 'Nadi ibuku berdetak kencang, datanglah selamatkan dia,' setelah sebuah rumah di dekatnya dibom," katanya.

Dalam suasana ketakutan dan kekacauan, Al-Tanani dan Elyan tiba di dua sekolah yang dipenuhi orang-orang. Tentara memisahkan pria dan wanita di sekolah tersebut. "Kami terkejut dan ngeri. Faktanya, sekolah-sekolah itu dipenuhi ribuan orang dan tidak ada yang tahu nasib mereka," tambah Al-Tanani.

Walaupun Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera, tentara Israel terus melancarkan serangan menghancurkan di Gaza. Menurut otoritas kesehatan setempat, lebih dari 42.700 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas, dan lebih dari 100.300 orang terluka. Akibatnya, hampir seluruh populasi Gaza terpaksa mengungsi, sementara blokade menyebabkan kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Saat ini, Israel menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakan yang dilakukan di Gaza.

library_books Konstituen